Worldcoin Beroperasi sejak 2021, Kumpulkan 500 Ribu Data Retina
JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) baru-baru ini memanggil pihak terkait dari sistem yang mengelola aplikasi digital, termasuk Worldcoin dan identifikasi digitalnya, WorldID. Dalam pertemuan tersebut, terungkap bahwa sistem tersebut telah beroperasi di Indonesia sejak 2021, meskipun belum terdaftar secara resmi sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) sampai tahun 2025.
Operasional Sejak 2021 dan 500 Ribu Data Retina yang Dihimpun
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, memberikan penjelasan mengenai situasi ini. Menurutnya, pihak Worldcoin sudah menjalankan operasionalnya di Indonesia jauh sebelum entitas resmi mereka, Tools for Humanity (TFH), terdaftar. Yang lebih mengejutkan, mereka telah mengumpulkan sebanyak 500 ribu data retina dan kode retina dari pengguna.
“Kami dapat informasi bahwa aktivitas mereka di Indonesia sudah berlangsung sejak tahun 2021. Namun, TFH baru resmi menjadi PSE pada tahun 2025. Ini adalah hal yang sedang kami dalami lebih lanjut,” ungkap Alexander saat memberikan keterangan di kantornya.
Meskipun Komdigi berperan dalam memberikan tanda daftar PSE, izin usaha Worldcoin di Indonesia disampaikan melalui entitas lain. Ini berarti Alexander tidak dapat memberikan informasi lebih lanjut mengenai jenis usaha yang dijalankan oleh Worldcoin, khususnya yang berkaitan dengan pemindaian retina.
“Mengenai izin lainnya, saya tidak ingin membuat pernyataan yang keliru. Terlihat ada dokumen yang beredar mengenai izin usaha yang tampaknya berasal dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), tetapi saya tidak mengetahui izin apa itu. Tugas saya sebatas memahami tanda daftar sebagai penyelenggara sistem elektronik,” jelasnya.
Data yang telah dikumpulkan, yakni 500 ribu retina dan kode retina, saat ini masih berada dalam kendali TFH. Alexander menambahkan bahwa Komdigi belum memiliki akses kepada data tersebut dan tidak mengetahui secara detail konten yang terdapat dalam data tersebut.
Dari situasi ini, terlihat ada kekhawatiran mengenai pengelolaan data pribadi oleh pihak luar. Masyarakat perlu menyadari pentingnya memahami implikasi dari pengumpulan data tersebut. Apakah data tersebut disimpan dengan aman? Apa tujuan utama pengumpulan data retina ini? Ini semua adalah pertanyaan yang perlu dijawab agar publik merasa lebih aman dalam menggunakan layanan yang berkaitan dengan teknologi digital.
Dalam era digital yang semakin maju, transparansi dalam pengelolaan data pribadi menjadi sebuah kebutuhan yang tidak bisa ditawar. Pemerintah juga diharapkan dapat mengambil langkah-langkah yang tegas untuk memastikan pengguna terlindungi serta mendapatkan informasi yang jelas mengenai hak-hak mereka dalam konteks pengumpulan data. Hal ini penting agar inovasi dalam teknologi tidak mengorbankan privasi individu.