www.kabarsuara.id – JAKARTA– Sebuah kejadian luar biasa terjadi di Ohio, Amerika Serikat, di mana seorang bayi bernama Thaddeus Daniel Pierce lahir sebagai bayi tertua di dunia. Dengan usia yang bahkan belum mencapai seminggu, Thaddeus dilahirkan dari embrio yang telah dibekukan selama 30,5 tahun.
Bayi ini berhasil merebut gelar yang sebelumnya dipegang oleh pasangan kembar yang lahir dari embrio beku berusia 30 tahun pada tahun 2022. Hal ini menunjukkan betapa jauh teknologi reproduksi dan preservasi embrio telah berkembang dalam beberapa dekade terakhir.
“Rasanya seperti dari film fiksi ilmiah,” ungkap Lindsey Pierce, ibu Thaddeus. Ia terkejut dengan keajaiban teknologi yang memungkinkan anaknya lahir dari embrio yang telah membeku selama puluhan tahun.
Asal Usul Embrio yang Lahirkan Thaddeus Daniel Pierce
Embrio yang melahirkan Thaddeus diciptakan oleh Linda Archerd dan suaminya pada Mei 1994, setelah mereka berjuang selama enam tahun untuk bisa hamil. Setelah berbagai upaya, mereka memutuskan untuk berpartisipasi dalam program bayi tabung (IVF).
Dari total empat embrio yang dihasilkan, satu berhasil ditanamkan dan melahirkan putri Archerd yang kini berusia 30 tahun. Tiga embrio lainnya kemudian dibekukan dengan harapan suatu saat bisa digunakan kembali.
Setelah berpisah dari suaminya, Linda Archerd tidak ingin embrio yang sudah dikriopreservasi tersebut dibuang atau disumbangkan untuk penelitian. Ia memilih untuk menggunakan jalur adopsi embrio, yang memberikan opsi bagi pendonor dan penerima untuk memilih.
Proses Panjang Adopsi Embrio
Mencari lembaga atau klinik yang bersedia menerima embrio yang telah dibekukan selama 30 tahun bukanlah hal yang mudah. Perkembangan teknologi IVF membuat pencarian ini menjadi tantangan tersendiri, di mana banyak klinik enggan mengadopsi embrio yang berusia sangat tua.
Beth Button, direktur program Snowflakes, menyebutkan bahwa lebih dari 90% klinik di AS tidak akan mengizinkan penerimaan embrio yang sudah terlalu lama dibekukan. Ini terkait dengan risiko kerusakan yang lebih tinggi pada embrio selama proses pencairan.
Meskipun risiko tersebut, Linda Archerd tetap gigih dalam mencari keluarga yang ingin menerima embrionya. Melalui program adopsi embrio, kesempatan baru muncul bagi Thaddeus untuk lahir ke dunia ini.
Perkembangan Teknologi IVF dan Dampaknya
Sejak pertama kali diperkenalkan, teknologi pengobatan infertilitas seperti IVF telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Metode pembekuan embrio sekarang jauh lebih maju dibandingkan dengan yang ada pada tahun 1990-an, memungkinkan embrio untuk bertahan hidup dengan tingkat keberhasilan lebih tinggi saat dicairkan.
Proses baru ini berkontribusi besar dalam meningkatkan peluang kelahiran sehat dari embrio yang sebelumnya telah dibekukan. Hal ini juga memungkinkan embrio yang lebih tua untuk memiliki kesempatan untuk tumbuh menjadi bayi yang sehat.
Perkembangan ini sekaligus menimbulkan pertanyaan etis dan emosional tentang status embrio yang telah dibekukan selama bertahun-tahun. Hal ini membuka diskusi tentang bagaimana kita memandang kehidupan dan hak embrio dalam perjalanan menuju kelahiran.
Implikasi bagi Masa Depan Reproduksi dan Keluarga
Kelahiran Thaddeus dari embrio yang telah dibekukan selama lebih dari tiga dekade menandai tonggak sejarah dalam dunia reproduksi. Ini menunjukkan bahwa harapan bagi pasangan yang mengalami kesulitan untuk memulai keluarga masih dapat terwujud bahkan setelah bertahun-tahun menunggu.
Dukungan emosional dan psikologis bagi keluarga yang memilih menggunakan embrio beku menjadi semakin penting. Mereka tidak hanya menghadapi tantangan biologi tetapi juga aspek emosional dari adopsi embrio.
Dengan semakin majunya teknologi ini, muncul juga perhatian mengenai regulasi dan kebijakan seputar adopsi embrio, termasuk bagaimana cara terbaik untuk memastikan bahwa semua pihak terlibat merasa nyaman dan aman dalam proses tersebut.