BOGOR – Dinas Kesehatan (Dinkes) di Kota Bogor, Jawa Barat, baru-baru ini mengungkapkan adanya penambahan jumlah kasus keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG). Hingga saat ini, tercatat 223 individu yang mengalami keracunan, yang menunjukkan perlu adanya perhatian lebih terhadap keamanan pangan di daerah ini.
Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan pada 13 Mei 2025, Kepala Dinkes Kota Bogor, Sri Nowo Retno, mengungkapkan bahwa laporan terbaru menunjukkan tambahan 9 kasus baru. “Dari hasil penyelidikan epidemiologi yang dilakukan, hari ini kami mencatat terdapat 9 korban baru, membawa total kasus menjadi 223,” ujarnya.
Rincian lebih lanjut menunjukkan bahwa dalam periode tanggal 7 hingga 12 Mei 2025, 45 orang dirawat di rumah sakit, sementara 49 orang menjalani perawatan jalan, dan 129 individu mengalami keluhan ringan yang tidak memerlukan rawat inap. “Hari ini, ada 5 pasien baru yang di rawat inap dan 4 orang di rawat jalan. Di sisi lain, 27 orang telah selesai menjalani perawatan di rumah sakit, menyisakan 18 pasien yang masih dirawat,” lanjutnya.
Ketika melihat lebih dalam ke sekolah-sekolah yang terlibat, Dinkes menemukan bahwa sembilan institusi telah melaporkan kasus keracunan. Jumlah terbanyak berasal dari SMP Bina Insani dengan 96 orang, diikuti oleh TK Bina Insani (28 orang), dan beberapa sekolah dasar yang juga melaporkan beberapa kasus. Rincian selengkapnya termasuk SD Bina Insani dengan 13 kasus, SDN Kukupu dengan 38 orang, dan SDN Kedung Jaya 1 serta 2 masing-masing melaporkan 16 dan 46 kasus.
Untuk mengatasi situasi ini, Dinas Kesehatan tetap berkoordinasi dengan pihak sekolah guna memantau perkembangan dan meningkatkan penanganan kasus. “Kami terus berhubungan dengan masing-masing sekolah mengenai kemungkinan adanya tambahan kasus, dan juga melakukan koordinasi dengan rumah sakit untuk memastikan pasien mendapatkan perawatan yang memadai,” tegas Sri Nowo Retno.
Sejak kejadian ini, perhatian publik meningkat terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dilaksanakan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi di Kota Bogor. Program ini awalnya bertujuan untuk memberikan akses makanan bergizi bagi masyarakat, namun kini menuai kritik dan masyarakat berharap ada langkah pencegahan yang lebih baik ke depannya.
Editan lebih lanjut terkait penyebab keracunan juga telah dilakukan. Melalui hasil uji laboratorium, terungkap bahwa ditemukan bakteri E.Coli dan Salmonella dalam makanan yang disajikan, terutama yang berbahan dasar telur dan tumis toge. Kondisi ini tentu memprihatinkan, dan mempertegas pentingnya pengawasan terhadap keamanan pangan.
Melihat situasi ini dalam konteks yang lebih luas, dapat dicatat bahwa kasus ini bukan hanya sekedar angka, tetapi merupakan panggilan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya keamanan pangan. Kejadian ini juga dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat dan instansi yang mengelola program gizi untuk lebih memperhatikan prosedur kebersihan dan keamanan dalam penyajian makanan.
Situasi ini menggambarkan tantangan yang harus dihadapi dalam pengelolaan program-program pemenuhan gizi serta pentingnya kolaborasi antara instansi pemerintah dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan aman bagi semua.
/strong>