www.kabarsuara.id – JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menjelaskan pendapat resmi terkait fatwa haram sound horeg, sebuah fenomena yang semakin marak di kalangan masyarakat. Hal ini terungkap dalam pernyataan Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, di Hotel Bidakara Jakarta, pada hari Minggu, 13 Juli 2025.
Cholil menekankan bahwa suara yang mengganggu ketentraman masyarakat tidak boleh diperbolehkan. Pernyataan ini didasari oleh hasil diskusi MUI yang melibatkan berbagai pihak, termasuk para ahli musik, sebelum merumuskan fatwa tersebut.
Fatwa haram ini berakar dari pembahasan di Pondok Pesantren Besuk, yang terletak di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. MUI Jawa Timur mengeluarkan fatwa tersebut sebagai respons terhadap ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh sound horeg di daerah tersebut.
Diskusi dan Pertimbangan Sebelum Mengeluarkan Fatwa
Cholil Nafis menambahkan bahwa keputusan ini tidak diambil secara sembarangan. MUI telah melakukan komunikasi dengan berbagai ahli dan tokoh masyarakat untuk memahami dampak dari penggunaan sound horeg. Pendekatan ini mencerminkan komitmen MUI untuk mempertimbangkan berbagai aspek sebelum merumuskan fatwa.
Dalam diskusi tersebut, banyak pihak menyatakan kekhawatiran mengenai pengaruh negatif dari sound horeg terhadap ketenangan dan kenyamanan masyarakat. Dengan pendekatan ini, MUI bertujuan agar fatwa yang dikeluarkan benar-benar mencerminkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Selain itu, pernyataan MUI juga bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai etika bermusik dalam konteks sosial. Ketika musik disajikan tanpa mempertimbangkan lingkungan sekitar, maka itu dapat menjadi sumber masalah bagi masyarakat.
Fenomena Sound Horeg di Masyarakat
Sound horeg telah menjadi fenomena yang banyak dibicarakan di kalangan masyarakat, khususnya di kawasan Jawa Timur. Banyak acara yang menggunakan sound horeg menyebabkan ketidaknyamanan bagi warga setempat, terutama di malam hari. Hal ini menciptakan kontroversi yang mengemuka di ruang publik.
Contoh nyata dari fenomena ini terlihat dalam banyaknya laporan dari masyarakat yang mengeluhkan kebisingan yang dihasilkan oleh sound horeg. Keadaan ini memicu respon cepat dari MUI untuk melakukan klarifikasi dan memberikan arahan yang jelas kepada masyarakat.
MUI berupaya menjelaskan bahwa budaya bermusik haruslah mempertimbangkan aspek etika dan kemaslahatan bersama. Suara yang mengganggu bisa mengakibatkan ketidakpuasan dan ketidaknyamanan di antara warga, sehingga perhatian khusus perlu diberikan bagi penggunaan sound system dalam segala acara.
Implikasi Fatwa Terhadap Masyarakat
Fatwa haram tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat. Masyarakat diharapkan dapat lebih bijak dalam memilih jenis musik dan cara penyajian yang tidak mengganggu ketentraman orang lain. Kebersamaan dalam bermusik menjadi harapan baru untuk menciptakan harmoni dalam kehidupan sosial.
Dengan adanya fatwa ini, MUI ingin memberikan panduan bagi masyarakat agar tetap menjaga akhlak dan etika dalam bersosialisasi. Hal ini penting untuk menciptakan lingkungan yang damai, serta saling menghormati antara satu sama lain.
Selanjutnya, diharapkan akan ada peningkatan kesadaran di kalangan masyarakat untuk lebih memikirkan dampak dari kebisingan yang ditimbulkan, baik pada diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Ini adalah langkah menuju masyarakat yang lebih harmonis dan bertanggung jawab.
Peran MUI dalam Menyikapi Isu Sosial
MUI sebagai lembaga keagamaan memiliki peran penting dalam menyikapi berbagai isu sosial, termasuk masalah kebisingan yang disebabkan oleh sound horeg. MUI tidak hanya memberikan fatwa, tetapi juga menyampaikan pesan moral kepada masyarakat agar lebih peduli terhadap sekitar.
Dalam hal ini, MUI mendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman. Tindakan ini melibatkan kesadaran untuk tidak menggunakan sound system yang dapat mengganggu tetangga atau masyarakat luas.
Sebagai lembaga yang dihormati, fatwa MUI diharapkan dapat menjadi acuan bagi masyarakat dalam menetapkan nilai-nilai etika dan moral dalam kehidupan sehari-hari. Komitmen untuk membangun masyarakat yang lebih baik harus didukung oleh semua pihak, baik individu maupun kelompok.